Kalo yang tadik judul gak nyambung sama isi.
Nah, kalo yang ini judulnya terlalu maksa kali ya. heeemmmm ini benernya udahlama banget nulis. Tapi karena baru keinget aku punya blog. Ya udah aku posting aja disini :) Ini lebih seperti frase sudut pandang orang pertama dengan banyak majas. Mungkin kalian agak sedikit bingung sama apa yang aku tulis, karena aku bukan tipe orang yang langsung menjabarkan apa yang aku rasakan.
Di rumah kita, aku merasakan kehangatan dikala dunia begitu dingin terhadapku.
Aku tak
pernah berpikir untuk pergi dari rumah kita, tidak pernah.
Namun
tiba-tiba dirimu datang dan menyuruh aku
keluar dari rumah kita tanpa persiapan.
Aku
mengajakmu berkompromi, tapi tak sekalipun kamu mendengarkan aku.
Kamu hanya
mengatakan“Bukan. Ini bukan suatu yang tiba-tiba karena ini memang sudah aku
rencanakan berbulan-bulan yang lalu. “
Tepat
setelah kau menyelesaikan perkataan itu kau tutup pintu rumah kita, yang kini
telah berubah menjadi rumahmu.
Mengapa begitu mudah bagimu berkata bahwa ini telah kau rencanakan?
Takkah kamu berpikir, bahwa aku juga perlu persiapan?
Hatiku
remuk, tapi setidaknya aku masih memiliki cukup kekuatan untuk memberontak atas
ketidakadilan yang kurasa
Aku
menggedor keras pintu rumah kita mu hingga tanganku membiru, untunglah
itu bukan suatu hal yang sia-sia
Kau membuka
pintu dengan lebar dan berkata “Hentikan. Sudah ada orang lain di dalam
rumahku.” BLAM!
Kau tak
berteriak, tapi nadamu begitu dingin. Kau menyalurkan segala emosimu terhadap
pintu rumah tak berdosa, tetap didepan mataku.
Seketika
hati remukku berserakan. Dan kini aku memperlukan waktu yang cukup amat lama
untuk memilah serpihan miliku diantara debu dari rumahmu.
Setelah
lama, akhirnya aku memiliki lagi hati yang utuh, meski hati ini sudah usang dan
rapuh.
Aku masih
berdiam didepan pintu rumahmu.
Dengan
pemikiran panjang akhirnya itu berujung dengan aku yang beranjak.
Bukan karena
ada pintu rumah lain yang terbuka untuku, atau karena ada rumah lain yang lebih
terasa nyaman.
Namun,
karena aku tak ingin lagi mendengar bahwa aku tak diharapkan untuk ada di rumahmu.
Aku yakin
ketika aku mendengarkan pengusiran lagi darimu,
Hatiku yang
usang ini akan benar-benar berhamburan bersama angin, dan aku akan memerlukan
waktu yang akan lebih lama lagi untuk membuatnya utuh kembali, atau mungkin hatiku takkan pernah utuh.
Kini aku
memilih, aku beranjak tanpa adanya tujuan.
Ini memang
bukan keinginanku bagiku, tapi setidaknya inilah harapanmu.
No comments:
Post a Comment